Hari Suci Nyepi Datang Menjelang, Ogoh-Ogoh Tetap Akan Melenggang

Hari Suci Nyepi tahun 2019 yang akan jatuh pada hari Kamis, 7 Maret 2019 mendatang masih akan diwarnai dengan arak-arakan ogoh-ogoh. Sebelumnya sempat terjadi kegamangan, banyak pihak mengusulkan agar ogoh-ogoh yang biasanya diarak pada hari Pangerupukan (sehari sebelum Hari Suci Nyepi) pada tahun 2019 ini ditiadakan. Pertimbangannya adalah tahun 2019 merupakan tahun pesta demokrasi, ditengarai akan ditunggangi dengan kepentingan politik yang dapat mengganggu ketertiban umum.

Kegamangan ini akhirnya terjawab dengan keluarnya surat edaran Bupati Klungkung nomor 900/013/Kesbangpol tanggal 16 Januari 2019\. Dalam surat ini ditegaskan bahwa pembuatan dan pengarakan ogoh-ogoh dapat dilaksanakan dengan catatan dalam pembuatan dan pengarakannya dilakukan secara etis, estetis, religius dan tetap mengedepankan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Surat edaran ini dikeluarkan dengan berbagai pertimbangan. Salah satunya, untuk mendukung kreativitas generasi muda yang tetap perlu di bina keberadaannya. Terkait dengan hal ini, dalam pengarakannya nanti akan diatur dan diawasi oleh Camat, Perbekel dan Bendesa Adat di wilayah masing-masing.

Sempat pula diwacanakan tidak ada festival atau lomba ogoh-ogoh karena ketiadaan anggaran. Namun karena terjadi pakrimik (perbincangan) di masyarakat, akhirnya diputuskan mengadakan lomba Ogoh-Ogoh serangkaian Nyepi (pergantian Tahin Isaka). Untuk menghindari polemik di masyarakat, atas petunjuk Sekda Klungkung, I Putu Gede Winastra, lomba ogoh-ogoh digelar dengan menggeser anggaran yang sebenarnya dialokasikan untuk lomba gong kebyar wanita.

Berdasarkan informasi dari Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Klungkung, anggaran yang tersedia sebesar Rp. 330 juta., dinilai mencukupi untuk menggelar lomba ogoh-ogoh. Bahkan dana pembinaan pada tahun ini lebih besar ketimbang tahun lalu. Peserta lomba di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Klungkung, Dawan dan Banjarangkan mendapat dana pembinaan masing-masing Rp 10 juta. Naik Rp 1 juta dibandingkan tahun lalu. Sedangkan peserta lomba dari Kecamatan Nusa Penida mendapat uang pembinaan Rp 15 juta, lebih besar Rp 3 juta dibandingkan lomba sebelumnya. “Peserta dari Nusa Penida ongkos nyeberang tinggi. Jadi lebih besar dapat uang pembinaan,” jelas Kepala Bidang Kesenian Disbudpora Klungkung, I Komang Sukarya

Ditambahkan, untuk Kecamatan Nusa Penida dibatasi satu peserta. Sedangkan tiga kecamatan di daratan masing-masing diwakili dua peserta. “Nanti kecamatan yang menunjuk siapa yang mewakili,” sambung dia. Sukarya pun menekankan, dalam perlombaan kali ini peserta mesti memperhatikan etika dan estika serta makna ogoh-ogoh. Peserta tidak diperkenankan menggunakan bahan styrofoam, melainkan menggunakan anyaman bambu. “Terkecuali bagian kepala yang sulit, bisa pakai styrofoam,” tambahnya.

Selain itu, juga ditekankan agar ogoh-ogoh berwujud Bhuta Kala. Karena hakikat pangrupukan nyomia bhuta kala. Berdasarkan pengalaman lomba tahun lalu, masih banyak ogoh-ogoh menggambarkan tokoh pewayangan. “Itu tidak relevan,” tegasnya. Salam Gema Santi !Hari Suci Nyepi tahun 2019 yang akan jatuh pada hari Kamis, 7 Maret 2019 mendatang masih akan diwarnai dengan arak-arakan ogoh-ogoh. Sebelumnya sempat terjadi kegamangan, banyak pihak mengusulkan agar ogoh-ogoh yang biasanya diarak pada hari Pangerupukan (sehari sebelum Hari Suci Nyepi) pada tahun 2019 ini ditiadakan. Pertimbangannya adalah tahun 2019 merupakan tahun pesta demokrasi, ditengarai akan ditunggangi dengan kepentingan politik yang dapat mengganggu ketertiban umum.

Kegamangan ini akhirnya terjawab dengan keluarnya surat edaran Bupati Klungkung nomor 900/013/Kesbangpol tanggal 16 Januari 2019\. Dalam surat ini ditegaskan bahwa pembuatan dan pengarakan ogoh-ogoh dapat dilaksanakan dengan catatan dalam pembuatan dan pengarakannya dilakukan secara etis, estetis, religius dan tetap mengedepankan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Surat edaran ini dikeluarkan dengan berbagai pertimbangan. Salah satunya, untuk mendukung kreativitas generasi muda yang tetap perlu di bina keberadaannya. Terkait dengan hal ini, dalam pengarakannya nanti akan diatur dan diawasi oleh Camat, Perbekel dan Bendesa Adat di wilayah masing-masing.

Sempat pula diwacanakan tidak ada festival atau lomba ogoh-ogoh karena ketiadaan anggaran. Namun karena terjadi pakrimik (perbincangan) di masyarakat, akhirnya diputuskan mengadakan lomba Ogoh-Ogoh serangkaian Nyepi (pergantian Tahin Isaka). Untuk menghindari polemik di masyarakat, atas petunjuk Sekda Klungkung, I Putu Gede Winastra, lomba ogoh-ogoh digelar dengan menggeser anggaran yang sebenarnya dialokasikan untuk lomba gong kebyar wanita.

Berdasarkan informasi dari Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Klungkung, anggaran yang tersedia sebesar Rp. 330 juta., dinilai mencukupi untuk menggelar lomba ogoh-ogoh. Bahkan dana pembinaan pada tahun ini lebih besar ketimbang tahun lalu. Peserta lomba di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Klungkung, Dawan dan Banjarangkan mendapat dana pembinaan masing-masing Rp 10 juta. Naik Rp 1 juta dibandingkan tahun lalu. Sedangkan peserta lomba dari Kecamatan Nusa Penida mendapat uang pembinaan Rp 15 juta, lebih besar Rp 3 juta dibandingkan lomba sebelumnya. “Peserta dari Nusa Penida ongkos nyeberang tinggi. Jadi lebih besar dapat uang pembinaan,” jelas Kepala Bidang Kesenian Disbudpora Klungkung, I Komang Sukarya

Ditambahkan, untuk Kecamatan Nusa Penida dibatasi satu peserta. Sedangkan tiga kecamatan di daratan masing-masing diwakili dua peserta. “Nanti kecamatan yang menunjuk siapa yang mewakili,” sambung dia. Sukarya pun menekankan, dalam perlombaan kali ini peserta mesti memperhatikan etika dan estika serta makna ogoh-ogoh. Peserta tidak diperkenankan menggunakan bahan styrofoam, melainkan menggunakan anyaman bambu. “Terkecuali bagian kepala yang sulit, bisa pakai styrofoam,” tambahnya.

Selain itu, juga ditekankan agar ogoh-ogoh berwujud Bhuta Kala. Karena hakikat pangrupukan nyomia bhuta kala. Berdasarkan pengalaman lomba tahun lalu, masih banyak ogoh-ogoh menggambarkan tokoh pewayangan. “Itu tidak relevan,” tegasnya. Salam Gema Santi !

Tinggalkan komentar