Antara ORMAS dan LSM

Pasal 1 angka 1 UU No.: 17/2013 tentang Ormas mengartikan organisasi kemasyarakatan (ormas) sebagai organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Ormas menurut UU No.: 17/2013 tampaknya sejajar dengan apa yang disebut oleh Jeffrey Atkinson & Martin Scurrah sebagai ‘civil society organizations’ (CSO), yakni: “…any type of organizations, other than government or business, in which ordinary citizens come together to advance an interest or concern that they have in common, and about which they feel so strongly that they want to take collective action. They are formal and informal not-for-profit organizations, associations, networks and groups, each with its own issue or area of concern. (Jeffrey Atkinson & Martin Scurrah, Globalizing Social Justice: The Role of Non-Government Organizations in Bringing about Social Change New York, NY.: Palgrave MacMillan, 2009, hal. 2).

Jelasnya, ORMAS ADALAH SETIAP ORGANISASI YANG BUKAN BAGIAN DARI ORGANISASI KENEGARAAN DAN BUKAN PULA ORGANISASI BISNIS yang didirikan oleh sejumlah warga negara demi mencapai tujuan tertentu. Yah, BUKAN BAGIAN DARI ORGANISASI KENEGARAAN dan BUKAN PULA ORGANISASI BISNIS! Itulah karakteristik mendasar dari ormas sehingga David Lewis menyebutnya sebagai ‘third sector organizations’ (lihat! David Lewis,  The Management of Non-Governmental Development Organizations. London, UK.: Routledge, 2001, hal. 1).

Lalu, apakah itu LSM atau yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai non-government organizations (NGOs)? “Non-government organizations are a sub-set of CSOs.”, demikian Jeffrey Atkinson & Martin Scurrah dalam Globalizing Social Justice: The Role of Non-Government Organizations in Bringing about Social Change New York, NY.: Palgrave MacMillan, 2009, hal. xii).  Yah, LSM adalah SALAH SATU BAGIAN atau SALAH SATU VARIAN DARI ORMAS!

Dari segi bentuk, UU No.: 17/2013 membedakan ormas menjadi ORMAS BERBADAN HUKUM dan ORMAS TIDAK BERBADAN HUKUM. Hal itu secara jelas dapat kita lihat dari ketentuan Pasal 10 ayat (1) yang berbunyi: “Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat berbentuk: a. badan hukum; atau b. tidak berbadan hukum.” Selanjutnya, Pasal 11 ayat (1) UU No.: 17/2013 menyatakan: “Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a dapat berbentuk: a. perkumpulan; atau b. yayasan.” Dengan kata lain, dalam regim hukum UU No.: 17/2013, —dilihat dari segi bentuk hukumnya—, ormas mempunyai 3 (tiga) varian, yaitu: PERKUMPULAN, YAYASAN, dan ORMAS TIDAK BERBADAN HUKUM.

Perlu kiranya dipahami bahwa hal-hal yang menyangkut keanggotaan, struktur dan mekanisme organisasi di dalam setiap ormas adalah hal-hal yang sepenuhnya menjadi urusan internal organisasi yang bersangkutan. Hal-hal tersebut biasanya dirumuskan di dalam anggaran dasar (AD) yang oleh Pasal 1 angka 2 UU No.: 17/2013 anggaran dasar (AD) disebut sebagai PERATURAN DASAR ORMAS. Sedangkan anggaran rumah tangga (ART) oleh Pasal 1 angka 3 UU No.: 17/2013 disebut sebagai PERATURAN YANG DIBENTUK SEBAGAI PENJABARAN ANGGARAN DASAR.

Hal penting yang perlu mendapat perhatian secara khusus menyangkut UU No.: 17/2013 adalah perihal PENDAFTARAN ORMAS sebagaimana diatur dalam Bab V (Pasal 15 s/d 19). Pendaftaran ormas SAMA SEKALI TIDAK BERHUBUNGAN DENGAN KEABSAHAN KEBERADAAN ORMAS YANG BERSANGKUTAN. Pendaftaran ormas adalah hal yang bersifat TEKNIS-ADMINISTRATIF DALAM RANGKA PELAYANAN OLEH PEMERINTAH. Pemahaman yang demikian itu dipertegas oleh Mahkamah Konstitusi RI dalam Putusan No.: 82/PUU-XI/2013, yakni putusan yang diberikan atas pengujian UU No.: 17/2013 yang diajukan oleh Muhammadiyah. Pada halaman 25 putusan tersebut, Majelis Hakim Konstitusi MK RI menyatakan: “Suatu ormas dapat mendaftarkan diri di setiap tingkat instansi pemerintahan yang berwenag untuk itu. Sebaliknya, berdasarkan prinsip kebebasan berkumpul dan berserikat, suatu ormas yang tidak mendaftarkan diri pada instansi pemerintah yang berwenang tidak mendapat pelayanan dari pemerintah (negara), tetapi negara tidak dapat menetapkan ormas tersebut sebagai ormas terlarang, atau negara tidak dapat melarang kegiatan ormas tersebut sepanjang tidak melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan, ketertiban umum, atau melakukan pelanggaran hukum;”

Menyangkut pendaftaran Ormas berbadan hukum, Pasal 15 ayat (1) UU No.:17/2013 menyatakan: “Ormas berbadan hukum dinyatakan terdaftar setelah mendapatkan pengesahan badan hukum.” Sedangkan untuk Ormas tidak berbadan hukum Pasal 16 ayat (1) menyatakan: “Pendaftaran Ormas yang tidak berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b dilakukan dengan pemberian surat keterangan terdaftar.”Adapun hal-hal yang perlu dipenuhi oleh Ormas tidak berbadan hukum dalam rangka pendaftarannya menurut Pasal 16 ayat (2) adalah: a. akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris yang memuat AD atau AD dan ART; b. program kerja; c. susunan pengurus; d. surat keterangan domisili; e. nomor pokok wajib pajak atas nama Ormas; f. surat pernyataan tidak dalam sengketa kepengurusan atau tidak dalam perkara di pengadilan; dan g. surat pernyataan kesanggupan melaporkan kegiatan. Hal penting lain yang tidak sepatutnya luput dari perhatian kita adalah Ketentuan Peralihan dalam UU No.:17/2013 yakni Pasal 83 khususnya huruf c yang berbunyi: “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, surat keterangan terdaftar yang sudah diterbitkan sebelum Undang-Undang ini berlaku, tetap berlaku sampai akhir masa berlakunya.” Frase “tetap berlaku sampai akhir masa berlakunya” barangkali akan menimbulkan pertanyaan: jika masa keberlakuan surat keterangan terdaftar (SKT)-nya suatu saat berakhir, apakah keberadaan “ormas-tidak-berbadan-hukum” yang bersangkutan juga berakhir? Tentu saja tidak demikian halnya.

Sebagaimana telah diuraikan di atas, “ormas-tidak-berbadan-hukum” adalah SUATU VARIAN ORMAS YANG BERSIFAT PERMANEN dalam regim hukum UU No.:17/2013. Lagi pula, sesuai pendapat  Mahkamah Konstitusi RI dalam Putusan No.: 82/PUU-XI/2013 bahwa pendaftaran ormas hanya bersifat teknis-administratif dalam rangka pelayanan, dan bukan menyangkut keabsahan keberadaan suatu ormas; maka apabila masa keberlakuan surat keterangan terdaftar (SKT)-nya berakhir, ormas yang bersangkutan tinggal memperpanjang keterangan terdaftar (SKT)-nya TANPA HARUS MERUBAH DIRINYA MENJADI ORMAS BERBADAN HUKUM,-

Tinggalkan komentar