Organisasi masyarakat sebagai wadah jaminan hak berserikat dan berkumpul bagi warga negara, merupakan lembaga partisipasi masyarakat dan penguatan sistem sosial, yang merupakan salah satu perangkat dalam sistem kenegaraan kita, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat. Oleh karena itu pemberdayaan dan penguatan kapasitas ormas, secara transparan dan akuntabel sehingga terwujud kemandirian dan profesionalisme ormas yang sehat, merupakan suatu yang sangat strategis dalam pembangunan bangsa. Terutama menghadapi perkembangan dunia global. Sehingga ormas dapat mencapai tujuannya untuk meningkatkan partisipasu dan keberdayaan masyarakat, terutama dalam mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat, menjaga memelihara dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan negara Republik Indonesia, ormas dengan segala bentuknya telah hadir, tumbuh dan berkembang, sejalan dengan sejarah perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ormas merupakan wadah utama dalam pergerakan kemerdekaan, diantaranya : Budi Oetomo, Nahdatul Utama, Muhammadiyah, dan sebagainya yang didirikan sebelum kemerdekaan RI. Peran dan rekam jejak ormas yang telah berjuang secara iklas dan sukarela tersebut, mengandung nilai sejarah dan merupakan asset bangsa yang sangat penting bagi perjalanan bangsa dan negara. Namun dalam era globalisasi ini kapasitas kelembagaan organisasi kemasyarakatan belum optimal dalam pemberdayaan masyarakat dan sebagai mitra pemerintah untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan. Hal itu, disamping factor-faktor lainnya kualitas sumber daya manusia(SDM) ormas belum optimal, sehingga dibutuhkan upaya fasilitasi pemerintah untuk mengoptimalkan pemberdayaan ormas.
Berrdasarkan permasalahan tersebut, Pusat Litbang Kesbangpol dan Otda Badan Penelitian Pengembangan Kemendagri, melakukan pengkajian secara komprehensif, untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan rekomendasi terhadap penyusunan kebijakan pemerintah dalam pemberdayaan ormas. Pemberdayaan secara umum diartikan adalah kapasitas kelompok atau individu untuk membuat pilihan yang efektif, yaitu membuat pilihan dan kemudian mentransformasikan pilihan tersebut kedalam tindakan dan hasil yang diharapkan (Alsop, et.al,2006). Secara umum pemberdayaan didefinisikan sebagai suatu proses sosial multidimensional yang membantu penduduk untuk mengawasi kehidupannya sendiri (Page & Zuba, 1999). Dalam pembahasan laporan akhir kajian tentang Pemberdayaan Ormas, yang diselenggarakan Puslitbang Kesbangpol dan Otda Kemendari, antara lain terungkap bahwa sebagai pelaksana UU No. 8 Tahun 1985, selama ini belum pernah ada peraturan daerah yang dibuat khusus untuk pemberdayaan ormas. Peraturan Daerah yang pernah dibuat terkait ormas hanyalah peraturan Gubernur tentang Fasilitasi Pemberian Bantuan Sosial (Bansos) dan Hibah bagi ormas. Pemerintah daerah melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, antara lain mengeluarkan kebijakan fasilitasi pendanaan kegiatan ormas dalam bentuk pelatihan, seminar workshop dan sejenisnya, juga berupa bantuan keuangan dari SKPD terkait.
Permasalahan
Pemberdayaan ormas berdasarkan Pasal 40 UU No. 17 Tahun 2013 dapat dilakukan oleh pemerintah/pemerintah daerha, untuk meningkatkan kinerja dan keberlangsungan hidup ormas. Pemberdayaan dilakukan atas dasar menghormati dan mempertimbangkan aspek sejarah, rekam jejak, peran dan integritas ormas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pemberdayaan ormas dilakukan melalui fasilitasi kebijakan, berupa mendorong kebijakan/peraturan perundang-undangan yang mendukung pemberdayaan organisasi. Untuk provinsi dan kabupaten, hal itu telah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 39 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hibah Sosial yang bersumber dari APBD, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 44 Tahun 2009 tentang Pedoman Kerjasama Departemen Dalam Negeri dan Pemda dengan Ormas dan Lembaga Nirlaba lainnya dalam Bidang Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri. Tata cara pemberian hibah dan sosial tersebut, tata cara penganggaran, pelaporan dan penatausahaan, pertanggungjawaban dan pelaporan serta monitoring dan evaluasi diatur dengan Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati tentang Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Pemerintah. Pemberian hibah dapat dilaksanakan sesuai kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib. Pemberian hibah ditujukan untuk menunjang asas keadilan, kepatuhan, rasionalisasi dan manfaat untuk masyarakat, untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Beberapa permasalahan terkait dengan fasilitasi kebijakan pemerintah daerah antara lain : (1) Tidak setiap tahun fasilitasi ada, (2) Tidak semua ormas dapat terfasilitasi, (3) Follow up pelatihan-pelatihan yang ada kurang maksimal, (4) Lambannya pembuatan laporan keuangan, (5) Fasilitasi kebijakan Pemda untuk pemberdayaan ormas tidak jelas, (6) Masih banyak kepentingan dalam bantuan dana sehingga berdampak pada kurang maksimalnya pembinaan dan pemberdayaan ormas, (7) Masalah fasilitasin pendanaan operasional organisasi kurang arahan dan pendidikan maupun pelatihan SDM, (8) Tidak adanya pola kerja yang tepat dan efisien, (9) Terlalu banyak aturan yang mengikat, (10) Adanya UU No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas belum disertai dengan adanya peraturan pelaksanaannya, (11) Sering terjadi ketidak sinkronan antara pemda dengan para pelaku organisasi atas kebijaksanaan yang dilaksanakan di lapangan, (12) Belum seimbangnya system inovasi antara lembaga/Pemda dengan ormas, (13) Tidak cukupnya bantuan sosial yang diterima guna kegiatan ormas, (14) Masih adanya kesenjangan dalam pemberdayaan ormas, (15) Permasalahan yang timbul dalam fasilitasi kebijakan pemerintah daerah untuk pemberdayaan ormas yaitu masih minimnya dukungan anggaran, khususnya di Badan Kesbangpol, sehingga fasilitasi sulit dilakukan sepenuhnya. Sedangkan untuk implementasi fasilitasi kebijakan yang perlu dilakukan dalam pemberdayaan ormas antara lain : (1) Memberikan pelatihan-pelatihan seperti capacity building dan training of trainer (TOT)), (2) Menyiapkan sarana pelatihan, (3) Bantuan keuangan untuk advokasi dan pendampingan masyarakat, (4) Pengawasan dan pembinaan Pemda sehingga program ormas tepat sasaran, (5) Mempermudah ijin-ijin ormas, (6) Pemberian dana pembinaan dan fasilitasi kapasitas pengurus, (7) Arahan pembinaan manajemen organisasi, (8) Memberikan ruang gerak yang bebas dan bertanggungjawab dalam bidang pengurusan perijinan, dan sebagainya. Berbagai bentuk fasilitasi yang dilakukan Pemda/badan Kesbangpol, berupa pembinaan, bantuan hibah dan sebagainya perlu dibuatkan Peraturan Daerah perihal Ormas. Demikian beberapa hal mengenai pemberdayaan ormas dalam pembahasan kajian strategis yang diselenggarakan Pusat Litbang Kesbangpol dan Otda Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendagri, baru-baru ini.